Text

..-SELAMAT DATANG-..
Presiden Ir. Soekarno pernah mengatakan bahwa 'Hidup Matinya Suatu Bangsa ada pada sektor Pertanian'. Negara Indonesia adalah negara agraris, dimana sektor pertanian masih menjadi tulang punggung negara ini untuk tetap berdiri dan berlari. Sudah waktunya sektor pertanian kembali bangkit untuk membawa Indonesia menuju kejayaannya, dan kitalah MAHASISWA PERTANIAN yang akan menorehkan tinta emas itu.

Rabu, 24 Agustus 2011

SEGITIGA EMAS : PERTANIAN, KEMISKINAN DAN KAWASAN TIMUR INDONESIA


Ketiga tematik tersebut seluruhnya adalah masalah besar pembangunan nasional jika dimaknai secara harfiah. tapi yang tersembunyi didalamnya adalah justru ketiganya merupakan Peluang Emas bagi mereka yang berfikir jernih, berjiwa membangun, visioner dan pejuang. Mengapa?

Pertama: potensi sumber daya yang terbesar ada pada sektor pertanian, sehingga apabila sektor ini dikelola pembangunannyasecara terencana dengan baik, dengan teknologi modern maka ada jaminan bangsa ini akan menjadi makmur. Salah satu alasan sederhana bahwa produk pertanian adalah sumber pangan bagi manusia yang dibutuhkan sepanjang hidup umat manusia, berarti bahwa kegiatan dan produk pertanian akan berlangsung dan dibutuhkan sepanjang peradaban manusia. Pertanian juga merupakan sumber pendapatan dan kehidupan bagi sebagian besar penduduk Indonesia, sehingga kemajuan pertanian identik dengan kemajuan perekonomian dan kesejahteraan bagi sebagian besar penduduk negeri ini. Dengan demikian kebarhasilan pembangunan pertanian akan mendulang emas yang tidak ternilai, karena selain menjamin ketersediaan pangan, juga penghasil devisa, penyediaan kesempatan kerja, membangun pedesaan dan ekonomi kerakyatan.

Kedua: tema kemiskinan yang semakin menghantui penduduk bumi ini jumlahnya cenderung semakin meningkat. Bukankah saat ini telah mencapai 1,2 milyar dari 6,5 milyar penduduk bumi ini, tergolong masyarakat rawan pangan alias miskin. Itulah sebabnya, semua petinggi negara diseluruh belahan bumi ini semakin prihatin dan sibuk memikirkan dan merumuskan kebijakan/program untuk mengurangi jumlah penduduk miskin termasuk salah satu diantaranya adalah diluncurkannya program Millenium Development Goals (MDGs). Disadari bahwa kwmiskinan memiliki dampak sistemik terhadap seluruh sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Kemiskinan adalah fenomena sosial yang harus diperangi oleh seluruh model-model pembangunan disemua negara. Menurunkan angka kemiskinan sampai titik yang dapat ditolerir bahkan nol persen adalah suatu keberhasilan yang luar biasa bagi suatu bangsa. Pemerintah patut mendapatkan apresiasi, karena menemukan model pembangunan yang menyelesaikan masalah kemiskinan secara permanen. Pemerintah berhasil menebar emas bagi masyarakatnya, memberikan kesejahteraan.

Ketiga: Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terbentang dari Sabang sampai Merauke, adalah negara kewilayahan yang semestinya mengalami perlakuan dan perkembangan yang equal, proporsional, adil dan merata sehingga tidak terjadi ketimpangan antar wilayah, antar pulau dan antar desa dan kota sehingga terjadi integrasi dan harmonisasi, sinergi yang kuat antar wilayah sebagai satu kesatuan negara dan bangsa. Ketertinggalan pembangunan di salah satu kawasan berpotensi menjadi sumber masalah nasional yang jika tidak ditangani secara proporsional dapat menjadi sumber pemicu ketidak adilan yang dapat mengkristal menjadi ancaman disintegrasi bangsa. Kawasan timur adalah bagian integral dari wilayah NKRI, yang memerlukan sentuhan, perhatian, dan keadilan dalam pembangunan. Keberhasilan membangun KTI akan menciptakan kesejahteraan tidak hanya di KTI tapi bagi seluruh bangsa. Menbangun KTI berarti menciptakan emas untuk kesejajteraan bangsa, karena potensi ekonomi (dus, potensi emas) dikawasan tersebut terutama di sektor pertanian luar biasa besarnya.

Ketiga tematik tersebut, juga saling terkait atau interdependensi (Interrelated). Juga bersifat komplementer dalam pengertian bahwa apabila salah satu diantaranya dirancang dengan baik pembangunannya, maka akan berdampak pada dua tematik yang lain. Sebagai ilustrasi; membangun pertanian dengan baik di KTI akan menyelesaikan masalah kemiskinan, masalah ketimpangan antar wilayah, karena potensi KTI secara umum adalah pada sektor pertanian (termasuk perikanan dan kehutanan). Pada skenario lain, jika kita ingin membangun kawasan timur maka investasi di pertanian hampir menjada jawaban tunggal, karena potensinya pada sumber daya alam dan pelaku pertanian adalah petani/nelayan yang sebagian besar tergolong miskin. Skenario terakhir jika kita ingin memberatas kemiskinan, maka kegiatan dan program yang paling sesuai dengan karakteristik dan keterampilan masyarakat miskin adalah berusaha di bidang pertanian, dan sekali lagi peluang untuk usaha pertanian yang potensinya besar ada di Kawasan Timur Indonesia.

Ada kemiripan dari model three in one dalam mendorong ketiga tematik tersebut dalam menyelesaikan persoalan bangsa. Karena apabila salah satu diantaranya disentuh maka akan terasa dampaknya oleh dua yang lain. Sebaliknya apabila salah satu tidak tersentuh sangat berpotensi pada penghambatan perkembangan yang dua lainnya. Misalnya apabila pembangunan pertanian tidak banyak diarahkan ke KTI, maka program pengentasan kemiskinan akan berjalan lambat, karena budaya masyarakatnya adalah bertani, keterampilan yang dimiliki oleh mereka yang berdiam di KTI adalah dibidang cocok tanam dan nelayan. Kelambatan pembangunan pertanian di KTI, akan menyebabkan tidak hanya kawasan itu mengalami kelambatan tapi juga berpengaruh pada kawasan Barat Indonesia. Mengapa? Karena tidak akan terjadi transformasi kesempatan kerja yang memadai. di KBI khsusnya Pulau Jawa yang telah mengalami over population memerlukan alternatif kawasan untuk menampung surplus tenaga kerja dan penduduk yang ada di KBI tersebut sehingga sebetulnya membangun KTI berarti membangun KBI dan membangun seluruh negeri dan bangsa.

Lalu Segitiga Emasnya dimana dan dalam konteks apa?

Pertama; ketiga tematik tersebut adalah pundi-pundi peluang emas bagi mereka atau bagi bangsa yang dapat menyelesaikan ketiga masalah pembangunan nasional tersebut secara simultan. Bangsa ini akan menjadi the champions dan ganjarannya adalah medali emas, jika dapat menyelesaikan dan membangun ketiga tematik tersebut. Tapi jika hanya dua tematik yang diselesaikan barangkali medalinya perak dan bila hanya satu yang dapat diselesaikan maka hadiahnya adalah medali perunggu. Dapat juga diterjemahkan bahwa penyelesaian dan pembangunan setiap tematik secara baik dan tepat sasaran, maka berarti pemerintah dan bangsa ini akan memperoleh Medali Emas. Dengan menyelesaikan ketiga persoalan tersebut, berarti terdapat 3 medali emas bagi pemerintah dan bangsa dan itulah sebabnya disebut Segitiga Emas.

Kedua; Pemecahan persoalan dari ketiga tematik tersebut bermuara pada peningkatan kesejahteraan, peningkatan pendapatan, peningkatan perekonoian. dalam teori ekonomi dasar sangat banyak digunakan emas sebagai standar kekuatan ekonomi, standar kesejahteraan, standar kekayaan individu dan negara. Siapa yang memiliki banyak emas maka dia akan mendapat predikat kaya, sejahtera, maju dan berkembang. Dapat juga diartikan semakin berhasil bangsa ini membangun pertanian, membangun Kawasan Timur dan semakin berkurangnya kemiskinan, maka bangsa ini akan semakin sejahtera, semakin berkeadilan, semakin merata dengan demikian semakin banyak mencetak emas bagi bangsa ini.

Dikutip dari Pengantar Buku 'SEGITIGA EMAS: PERTANIAN, KEMISKINAN DAN KAWASAN TIMUR INDONESIA'
Oleh : Dr. Ir. Iskandar Andi Nuhung, MS
Pembina IBEMPI

Impor Beras Dapat Dihentikan dengan Pengoptimalan APBN



Medan. Impor beras yang masih dilakukan pemerintah dalam memenuhi kebutuhan produksi di dalam negeri harus dapat dihentikan, dengan mengoptimalkan alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2012 sebesar Rp 17,8 triliun di Kementerian Pertanian. Pengamat Ekonomi Universitas Sumatera Utara (USU) Jhon Tafbu Ritonga mengatakan, dana yang dialokasikan pemerintah untuk Kementerian Pertanian sebesar Rp 17,8 triliun bisa didorong dalam peningkatan sub sektor pangan, irigasi yang bagus serta penyebaran benih dan pupuk yang lancar.


"Pemerintah pusat hingga kabupaten/kota harus benar-benar fokus dalam mengupayakan target produksi tanaman pangan khususnya padi di tahun depan, sehingga tidak perlu lagi melakukan kebijakan impor yang lebih besar menyerap dana," ujarnya, Kamis (18/8).

Dikatakannya, nilai absolut dana tersebut memang banyak tapi mengingat sektor pertanian penyerap tenaga kerja, maka angka APBN itu menjadi kecil. Masih jauh di bawah dibanding dengan subsidi utang perbankan, BBM dan energi. "Lebih 40% sektor ini penyerap tenaga kerja terbanyak, jadi anggaran yang dialokasikan menjadi kecil," katanya.

Untuk kebijakan impor beras sendiri, lanjut Ritonga, pemerintah harus dapat mengontrol penggunaan budget yang bagus dan lancar. Dana Rp 17,8 triliun jangan dijadikan Sisa Lebih Penggunaan Anggaran (Silpa).

Kalau saja pencapaian produksi padi di Indonesia dapat meningkat hingga aman dalam stok kebutuhan nasional, maka tidak diperlukan impor dari luar negeri seperti dari Vietnam dan Thailand. Apalagi Indonesia masih menjadi negara agraris yang lahannya subur dan dapat ditanam komoditi apapun. "Pemerintah harus kerja ekstra giat dalam meningkatkan produksi padi. Sarana dan prasarana pertanian yang dibutuhkan di lapangan harus dapat terpenuhi ditambah lagi dengan peningkatan teknologi," jelasnya.

Sementara untuk pertumbuhan ekonomi 6,5% dengan alokasi APBN 2012 senilai Rp 1.418,5 triliun, ditambahkan Ritonga, dapat tercapai dengan catatan belanja investasi dan rutin ke sektor-sektor ekonomi berjalan lancar atau daya serap anggaran optimal.

Menurutnya, nilai APBN itu cukup besar dan secara relatif juga lumayan dengan arti dampak pertumbuhannya besar tapi tidak cukup untuk mendorong tercapainya hingga di atas 6,7%.

"Masih sangat penting dan dominan roda ekonomi swasta ditingkatkan, namun itu juga kembali lagi pada pemerintah untuk menciptakan iklim investasi yang kondusif," imbuhnya.

Penasihat Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Sumut, MPL Tobing meminta pemerintah meniadakan impor beras untuk tahun depan, karena dikhawatirkan harga jual produksi petani anjlok dan menghancurkan petani.

"Pemerintah seharusnya dapat membantu petani di dalam negeri dalam harga pemasaran dan peningkatan produksi dibandingkan melakukan impor beras. Dengan APBN yang diterima kementerian pertanian diharapkan dapat membantu dalam penyediaan sarana dan prasarana termasuk distribusi pupuk dan benih bersubsidi serta irigasi," ujarnya.

Impor beras yang telah dilakukan hanya menguntungkan oknum-oknum dari pemerintah. Sebab selama ini berdasarkan data Indonesia bisa swasembada beras tapi realisasinya tetap saja melakukan impor. "Berarti data selama ini hanya bohong. Pemerintah lebih memilih impor untuk mencari keuntungan sendiri, dibandingkan membantu petani dalam menghasilkan produksi beras di dalam negeri," ungkapnya.

Belum Terganggu

Sementara Kepala Dinas Pertanian Sumut, Muhammad Roem, menyatakan, kebijakan impor beras belum menganggu produksi dan harga beras ditingkat petani. "Sampai saat ini harga gabah lokal masih tinggi atau diatas HET, jadi petani masih untung. Dengan begitu berarti impor beras belum mengganggu," katanya.

Memang yang dikhawatirkan selama ini, tambah Roem, masuknya beras impor akan melemahkan harga beras lokal. Tapi karena beras impor tidak dilepas ke pasar, membuat harga gabah petani tetap bertahan tinggi. "Namun begitu, Bulog tetap harus selektif atau tetap sasaran seperti untuk kebutuhan Raskin. Saat harga gabah lokal turun, Bulog harus hentikan impor dan bahkan membeli gabah petani," tuturnya.

Sedangkan untuk produksi padi hingga Mei 2011, sudah mencapai 1,86 juta ton dari realisasi panen 390.051 hektare dan tanam 242.968 hektare. Sedangkan target produksi pada Angka Ramalan II (ARAM II) 2011 mencapai 3,6 juta ton Gabah Kering Giling (GKG) atau naik dibandingkan dengan produksi padi 2010 sebanyak 3,58 juta ton. "Target produksi kita memang naik pada Aram kedua ini. Melihat dari iklim di Sumut, kita optimis target dapat teralisasi," pungkasnya.

Sabtu, 20 Agustus 2011

Tasikmalaya Tingkatkan Produksi Beras


Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, untuk keempat kalinya mendapat penghargaan dari Presiden Republik Indonesia atas prestasinya meningkatkan produksi beras di atas lima persen per tahun. Penghargaan ini diharapkan menjadi semangat bagi petani untuk terus berinovasi dalam dunia pertanian.

"Ini adalah prestasi yang harus selalu ditingkatkan dari tahun ke tahun baik dari padi konvensional dan organik," kata Bupati Tasikmalaya Uu Ruzhanul Ullum di Tasikmalaya, Sabtu (20/8/2011). Penghargaan itu diserahkan di Kantor Kementerian Pertanian, Jakarta, Jumat (19/8/2011).

Uu mengatakan, penghargaan pertama kali diberikan pada tahun 2007 dan berturut-turut diperoleh hingga tiga tahun setelahnya. Tahun 2006 produksi padi di Tasikmalaya mencapai 569.200 ton dengan luas 49.507 hektar. Setahun kemudian meningkat menjadi 620.277 ton dari luas lahan 49.507 hektar.

Peningkatan kembali terjadi tahun 2008 sebanyak 662.983 ton dari luas lahan sebesar 49.5 07 hektar. Tahun 2009, Kabupaten Tasikmalaya berhasil meningkatkan produktivitas beras menjadi 710.237 ton dari lahan seluas 49.568 hektar.

"Atas kerja keras petani tahun 2010, Tasikmalaya kembali mampu meningkatkan produksi beras menjadi 680.000 ton dari 49.662 hektar. Tahun 2011 ditargetkan 719.000 dari luas lahan 46. 662 hektar," tutur Uu.

Sumber : http://regional.kompas.com/read/2011/08/20/23595918/Tasikmalaya.Tingkatkan.Produksi.Beras.

Format Membangun Indonesia Berbasis Kerakyatan

 Ada beberapa tahapan yang mesti dimulai bila format pembangunan industri berbasis sumber daya alam (SDA) dan kerakyatan akan diusung dalam rangka pembangunan nasional. Pertama adalah mereposisi cara pandang yang cenderung bersifat undervalue di kalangan ekonom maupun politisi nasional terhadap sektor-sektor ekonomi berbasis SDA, seperti kelautan dan perikanan, pertanian, petemakan, kehutanan, dan pariwisata.

Reposisi ini merupakan strategi untuk menciptakan capacity building bagi pembangunan sektor berbasis SDA yang cenderung dimaknai sebagai sektor yang pasif atau penunjang pembangunan industri. Salah satu caranya adalah merekategorisasi sektor-sektor yang berhubungan langsung dengan sektor-sektor berbasis SDA.

Sektor-sektor berbasis SDA mesti diposisikan sebagai sektor yang terintegral dengan kegiatan industri dan tidak dipandang terpisah dengan industri manufaktur maupun jasanya. Integrasi ini membuat sektor berbasis SDA mesti dipandang sebagai suatu sistern mata rantai yang mengingat para pelaku produksi hingga ke tingkat jasa ke konsumen akhir. Lewat rekategorisasi ini maka konstribusi sektor berbasis SDA pada PDB nasional, sejatinya jauh lebih besar dari sekadar penyedia kebutuhan pokok semata.

Kedua, kerangka integrasi tersebut harus diikuti dengan pendekatan penguatan basis kerakyatan yang terdiri atas penguatan kelembagaan masyarakat dan tegaknya mekanisme pasar yang sehat Penguatan basis kerakyatan ini dimaksudkan untuk mempersentuh secara langsung antara pasar dan aktivitas produksi di sektor berbasis SDA yang selama ini cenderung distortif, akibat imbas kebijakan masa lalu yang lebih menguntungkan konsumen dan produsen pengguna input di perkotaan.

Di sisi lain, karakteristik produk sektor berbasis SDA membuat kecilnya elastisitas transmisi harga yang terjadi di pasar produknya. Selama ini, kecilnya elastisitas transmisi harga telah membuat kenaikan harga di tingkat konsumen tidak dapat dinikmati oleh pelaku bisnis sektor berbasis SDA.

Sedangkan penguatan basis kerakyatan dalam kerangka industrialisasi berbasis SDA di Indonesia dapat ditempuh melalui langkah-langkah sebagai berikut: Pertama, perbaikan kelompok nelayan, pembudidaya ikan dan petani di setiap daerah produksi.

Perbaikan ini ditujukan untuk memperkuat jalur informasi dan komunikasi antarkelompok, baik dalam rangka peningkatan produksi, pengenalan teknologi, maupun penyebarluasan informasi pasar. Termasuk dalam hal ini adalah pengembangan institusi yang memperkuat lembaga ekonomi rakyat, seperti koperasi yang telah lazim dikenal di masyarakat. Melalui lembaga-lembaga ini diharapkan akan tercipta badan-badan usaha milik rakyat yang memiliki bargaining position, tidak hanya di tingkat ekonomi dan desa, tapi juga secara ekonomi dan politik mampu memiliki posisi tawar yang lebih besar pada pasar, pemerintah, dan lembaga keuangan.

Kedua, pengembangan komoditas sektor berbasis SDA dan masyarakat. Hal ini terkait dengan desentralisasi yang membuka peluang bagi masyarakat untuk menentukan sendiri jenis-jenis komoditi yang dipilih untuk diproduksi. Beberapa kritik tentang penyeragaman komoditas kelautan dan perikanan serta pertanian di masa lalu dapat dijadikan argumen bahwa penyeragaman produk cenderung menciptakan bias dan kegagalan dalam pembangunan pertanian.

Dalam kerangka ini, komoditas-komoditas unggulan yang laku di pasar domestik maupun internasional dapat dipilih oleh nelayan, pembudidaya ikan dan petani, sesuai dengan penguasaan teknologi dan faktor produksi. Hal ini merupakan konsekuensi dari informasi pasar dan komunikasi yang tercipta lewat jaringan kerja antarkelompok-kelompok pelaku dengan pasar.

Ketiga, tentu saja penyediaan dan perbaikan infrastruktur produksi sektor berbasis SDA dan pemasaran yang terkait dengan pembangunan jalan, sarana irigasi, pengenalan teknologi, dorongan investasi, pengembangan SDM, dan sebagainya. Hal ini erat hubungan dengan penciptaan overhead ekonomi dan sosial. Semuanya terkait dengan pemerintah sebagai pemegang kebijakan pembangunan sektor berbasis SDA dan ekonomi.

Penulis adalah Menteri Kelautan dan Perikanan Rl dan Guru Besar di Institut Pertanian Bogor (IPB).  

Sumber : http://www.ppnsi.org/index.php?option=com_content&view=article&id=155:format-membangun-indonesia-berbasis-kerakyatan&catid=29:perikanan-a-kelautan&Itemid=116&utm_source=twitterfeed&utm_medium=twitter

Kamis, 18 Agustus 2011

Pertanian Organik, Teknologi Ramah Lingkungan


Pertanian organik yang semakin berkembang belakangan ini menunjukkan adanya kesadaran petani dan berbagai pihak yang bergelut dalam sektor pertanian akan pentingnya kesehatan dan keberlanjutan lingkungan. Revolusi hijau dengan input bahan kimia memberi bukti bahwa lingkungan pertanian menjadi hancur dan tidak lestari. Pertanian organik kemudian dipercaya menjadi salah satu solusi alternatifnya.

Pengembangan pertanian organik secara teknis harus disesuaikan dengan prinsip dasar lokalitas. Artinya pengembangan pertanian organik harus disesuaikan dengan daya adaptasi tumbuh tanaman/binatang terhadap kondisi lahan, pengetahuan lokal teknis perawatannya, sumber daya pendukung, manfaat sosial tanaman/ binatang bagi komunitas.

Pertanian organik memandang alam secara menyeluruh, komponennya saling bergantung dan menghidupi, dan manusia adalah bagian di dalamnya. Prinsip ekologi dalam pertanian organik didasarkan pada hubungan antara organisme dengan alam sekitarnya dan antarorganisme itu sendiri secara seimbang. Pola hubungan antara organisme dan alamnya dipandang sebagai satu – kesatuan yang tidak terpisahkan, sekaligus sebagai pedoman atau hukum dasar dalam pengelolaan alam, termasuk pertanian.

Dalam pelaksanaannya, sistem pertanian organik sangat memperhatikan kondisi lingkungan dengan mengembangkan metode budi daya dan pengolahan berwawasan lingkungan yang berkelanjutan. Sistem pertanian organik diterapkan berdasarkan atas interaksi tanah, tanaman, hewan, manusia, mikroorganisme, ekosistem, dan lingkungan dengan memperhatikan keseimbangan dan keanekaragaman hayati. Sistem ini secara langsung diarahkan pada usaha meningkatkan proses daur ulang alami daripada usaha merusak ekosistem pertanian (agroekosistem).

Pertanian organik banyak memberikan kontribusi pada perlindungan lingkungan dan masa depan kehidupan manusia. Pertanian organik juga menjamin keberlanjutan bagi agroekosistem dan kehidupan petani sebagai pelaku pertanian. Sumber daya lokal dipergunakan sedemikian rupa sehingga unsur hara, bimassa, dan energi bisa ditekan serendah mungkin serta mampu mencegah pencemaran.

Bahan alami

Pemanfaatan bahan-bahan alami lokal di sekitar lokasi pertanian seperti limbah produk pertanian sebagai bahan baku pembuatan pupuk organik seperti kompos sangat efektif mereduksi penggunaan pupuk kimia sintetis yang jelas-jelas tidak ramah lingkungan. Demikian juga dengan pemanfaatan bahan alami seperti tanaman obat yang ada untuk dibuat racun hama akan mengurangi penggunaan bahan pencemar bahaya yang diakibatkan pestisida, fungisida, dan insektisida kimia.

Penggunaan mikroorganisme pada pembuatan pupuk organik, selain meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk, juga akan mengurangi dampak pencemaran air tanah dan lingkungan yang timbul akibat pemakaian pupuk kimia berlebihan. Di samping itu, banyak mikroorganisme di alam yang memiliki kemampuan mereduksi dan mendegradasi bahan-bahan kimia berbahaya yang diakibatkan pencemaran dari bahan racun yang digunakan dalam aktivitas pertanian konvensional seperti racun serangga dan hama.

Dengan kemajuan teknologi, pertanian organik adalah pertanian ramah lingkungan yang murah dan berteknologi sederhana (tepat guna) dan dapat dijangkau semua petani di Indonesia.

Serangga hama dan musuh alami merupakan bagian keanekaragaman hayati. Serangga hama memiliki kemampuan berbiak yang tinggi untuk mengimbangi tingkat kematian yang tinggi di alam. Keseimbangan alami antara serangga hama dan musuh alami sering dikacaukan penggunaan insektisida kimia yang hanya satu macam.

Pertanian organik bukan hanya baik bagi kesehatan, tetapi juga bagi lingkungan bumi. Beberapa ahli pertanian Amerika Serikat yakin pertanian organik merupakan cara baru mengurangi gas-gas rumah kaca yang menyumbang pemanasan global. Laurie Drinkwater, ahli manajemen tanah dan ekologi Rodale Institute di Kutztown, Pennsylvania, AS bersama koleganya membandingkan pertanian organik dengan metode sebelumnya yang menggunakan pupuk kimia selama 15 tahun. Hasilnya dipublikasikan dalam jurnal ilmiah Nature (Desember 1998) jika pupuk organik digunakan dalam kawasan pertanian kedelai utama di AS, setiap tahun, karbon dioksida di atmosfer dapat berkurang 1-2%.

Drinkwater mengatakan, pengurangan ini merupakan kontribusi yang sangat berarti. Selain itu negara-negara industri sepakat dalam pertemuan Bumi di Kyoto Jepang untuk mengurangi emisi karbondioksida sampai 5,2% dari tahun 1990 hingga tahun 2008-2012. Dalam penelitian ini juga ditemukan, pertanian organik menggunakan energi 50% lebih kecil dibandingkan dengan metode pertanian konvensional.

Demikianlah, fakta mengungkapkan bahwa sistem pertanian organik adalah pertanian yang ramah lingkungan. Artinya, pelaku sistem pertanian organik telah berusaha tidak merusak dan menganggu keberlanjutan komponen-komponen lingkungan yang terdiri atas tanah, air, udara, tanaman, binatang, mikroorganisme, dan tentunya manusia. Bila kita sudah melakukan ini, termasuk mengonsumsi produk pertanian organik, sejatinya cerminan pribadi Anda yang ramah lingkungan.***

Penulis: Pegiat dan pemberdaya masyarakat tani padi organik “SRI” dan praktisi pertanian organik.

sumber : website ahmad heryawan (Gubernur Jawa Barat).